Indonesia
merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya atau juga multikultur Pada
masyarakat multikultur, mereka memiliki tipe/pola tingkah-laku yang khas.
Sesuatu yang dianggap sangat tidak normal oleh budaya tertentu tetapi dianggap
normal atau biasa-biasa saja oleh budaya lain. Perbedaan semacam inilah yang
sering menyebabkan kontradiksi atau konflik, ketidak-sepahaman dan disinteraksi
dalam masyarakat multikultur.
Kerusuhan berbau SARA
yang merebak di banyak tempat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
seperti di wilayah Ambon, Poso, Sampit dan sebagainya, merupakan bagian dari
adanya kesalahpahaman. Dari banyak studi yang dilakukan, salah satu penyebabnya
adalah akibat lemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang adanya sebuah perbedaan.
Di zaman orde baru,
dengan diselimuti kata (persatuan)dan (kesatuan) yang dikawal serdadu berusaha
untuk membuang potensi benturan atas dasar suku, agama, ras dan antar golongan
(SARA). Namun ketika orde baru runtuh, terlihatlah jurang pemisah antar suku,
ras, agama dan golongan yang berakibat terjadinya kerusuhan Mei 1998 yang
menewaskan kurang lebih 1000 orang (mayoritas keturunan Tionghoa) di Jakarta
yang pada dasar permasalahannya adalah adanya ketidakadilan. Selain masalah
terjadinya kerusuhan yang berbau ras, ada juga beberapa wilayah seperti, Aceh,
Maluku dan Papua yang berusaha memisahkan diri dari negara Republik Indonesia,
yang akar masalahnya adalah adanya pengerukan sumber daya alam yang besar namun
tidak membawa perubahan pada masyarakat dan daerah sekitar tapi malah membawa
perubahan pada daerah yang sebenarnya punya potensi alam yang sedikit. Hal-hal
seperti itu tidak akan terjadi seandainya kita bisa menghargai satu sama lain
dan tidak berusaha untuk menang sendiri.
Salah satu upaya untuk
bisa menghargai adanya perbedaaan adalah dengan memberikan pendidikan
multikultural. Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup
menghormati, tulus dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang ada di
tengah-tengah masyarakat plural. Tidak seperti pendidikan monokultural yang
selama ini dijalankan yang mengabaikan keunikan dan pluralitas yang berakibat
terpasungnya pribadi kritis dan kreatif.
Pendidikan multikultural
didasari pada konsep kebermaknaan perbedaan yang unik pada tiap orang dan
masyarakat. Pendidikan multikultural mengandaikan sekolah dan kelas dikelola
sebagai suatu simulasi arena kehidupan nyata yang plural , terus berubah dan
berkembang. Institusi sekolah dan kelas adalah wahana hidup dengan pemeran
utama peserta didik dan guru serta seluruh tenaga kependidikan sebagai
fasilitator. Kegiatan belajar-mengajar dikembangkan sebagai wahana dialog dan
belajar bersama serta membuang pemikiran bahwa guru merupakan gudang ilmu dan
nilai yang setiap saat diberikan kepada peserta didik, melainkan sebagai teman
dialog dan partner dalam menciptakan suasana yang harmonis. Selain itu praktik
penerapan keagamaan juga akan mempertajam rasa kepekaan dan solidaritas antar
pemeluk agama.
Oleh
karena itu, di tengah gegap gempita lagu “tentang Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan”, kita harus tahu bahwa pendidikan bukan hanya sekedar mengajarkan
“ini” dan “itu”, tetapi juga mendidik anak kita menjadi manusia berkebudayaan
dan berperadaban. Dengan demikian, tidak saatnya lagi pendidikan mengabaikan
realitas kebudayaan yang beragam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda, untuk membangun blog ini